NEMATODA JARINGAN ATAU DARAH
1. WUCHERERIA BANCROFTI
MORFOLOGI
cacing Wuchereria bancrofti dewasa adalah berbentuk silindris, halus seperti benang dan berwarna putih susu. Cacing filaria dewasa (makrofilaria), baik yang jantan maupun betina, hidup pada saluran dan kelenjar limfe. Cacing betina ukurannya kurang lebih 65-100mm x 0,25 mm sedangkan cacing jantan berukuran 40 mm x 0,1 mm. Cacing betina akan mengeluarkan larva filaria yang disebut mikrofilaria yang bersarung dengan ukuran berkisar antara 250-300 �m x 7-8 �m
Berbeda dengan induknya, mikrofilaria hidup pada aliran darah dan terdapat pada aliran darah tepi pada waktu-waktu tertentu saja. Jadi, mikrofilaria ini memiliki periodisitas tertentu.
Umumnya mikrofilaria Wuchereria bancrofti periodisitasnya adalah nokturna atau malam hari, artinya mikrofilaria hanya terdapat dalam peredaran darah tepi hanya pada malam hari. Pada siang hari mikrofilaria terdapat pada kapiler-kapiler organ dalam seperti paru-paru, jantung, ginjal dan lain-lain.
Vektor atau perantara yang berperan dalam penularan penyakit filariasis ini adalah nyamuk. Untuk Wuchereria bancrofti vektor yang berperan pada daerah perkotaan adalah nyamuk Culex quinquefasciatus, sedang di daerah pedesaan vektornya bisa berupa nyamuk Anopheles, Aedes, dan Mansonia.
SIKLUS HIDUP
Siklus hidup W. bancrofti sumber www.dpd.cdc.gov/dpdx
EPIDEMIOLOGI
Parasit ini tersebar luas di daerah tropik dan subtropik, meluas jauh ke utara sampai Spanyol dan ke selatan sampai Brisbane, Australia. Di sebelah timur dunia dapat ditemukan di Afrika, Jepang, Taiwan, Filipina, Indonesia dan kepulauan Pasifik Selatan. Di belahan barat dunia di hindia barat, Costa Rica dan sebelah utara Amerika Selatan. Frekuensi filariasis yang bersifat periodik, berhubungan dengan kepadatan penduduk dan kebersihan yang kurang, karena culex quinguefascialus sebagai vektor utama, terutama membiak di dalam air yang dikotori dengan air got dan bahan organik yang telah membusuk. Di Daerah Pasifik Selatan frekuensi Filariasis nonperiodik di daerah luar kota sama tingginya atau lebih tinggi dari pada di desa-desa besar karena vektor terpenting ialah Aedes Polynesiensis, seekor nyamuk yang biasanya hidup di semak-semak. Frekuensi berbeda-beda menurut suku bangsa, umur, jenis kelamin, terutama berhubungan dengan faktor lingkungan. Orang Eropa, yang lebih terlindung terhadap nyamuk, mempunyai frekuensilebih rendah daripada penduduk asli.
Vektor utama di belahan Barat Dunia ialah Culex quinquefanciatus dan di Pasifik Selatan Aedes Polynesiensis. Nyamuk Culex quinquefanciatu menggigit pada malam hari, hidup di rumah dan daerah kota, sedangkan nyamuk Aedes Polynesiensis menggigit pada siang hari, hidup di luar rumah dan di daerah hutan. Di daerah Pasifik Selatan filariasis nonperiodik berbeda dengan yang periodik atas dasar perbedaan geografis dan perbedaan-perbedaan kecil pada cacing dewasanya. Periodisitas tidak berubah walaupun orang yang terkena infeksi berpindah ke daerah nonperiodik.
Di Indonesia filariasis tersebar luas di daerah endemi terdapat di banyak pulau di seluruh Nusantara, seperti di Sumatera dan sekitarnya, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, dan Irian Jaya. Untuk dapat memahami epidemiologi filariasis, kita perlu memperhatikan faktor-faktor seperti hospes, hospes reservoar, vektor, dan keadaan lingkungan.
PENYAKIT YANG DI SEBABKAN
Parasit ini tersebar luas di daerah tropik dan subtropik, meluas jauh ke utara sampai Spanyol dan ke selatan sampai Brisbane, Australia. Di sebelah timur dunia dapat ditemukan di Afrika, Jepang, Taiwan, Filipina, Indonesia dan kepulauan Pasifik Selatan. Di belahan barat dunia di hindia barat, Costa Rica dan sebelah utara Amerika Selatan. Frekuensi filariasis yang bersifat periodik, berhubungan dengan kepadatan penduduk dan kebersihan yang kurang, karena culex quinguefascialus sebagai vektor utama, terutama membiak di dalam air yang dikotori dengan air got dan bahan organik yang telah membusuk. Di Daerah Pasifik Selatan frekuensi Filariasis nonperiodik di daerah luar kota sama tingginya atau lebih tinggi dari pada di desa-desa besar karena vektor terpenting ialah Aedes Polynesiensis, seekor nyamuk yang biasanya hidup di semak-semak. Frekuensi berbeda-beda menurut suku bangsa, umur, jenis kelamin, terutama berhubungan dengan faktor lingkungan. Orang Eropa, yang lebih terlindung terhadap nyamuk, mempunyai frekuensilebih rendah daripada penduduk asli.
Vektor utama di belahan Barat Dunia ialah Culex quinquefanciatus dan di Pasifik Selatan Aedes Polynesiensis. Nyamuk Culex quinquefanciatu menggigit pada malam hari, hidup di rumah dan daerah kota, sedangkan nyamuk Aedes Polynesiensis menggigit pada siang hari, hidup di luar rumah dan di daerah hutan. Di daerah Pasifik Selatan filariasis nonperiodik berbeda dengan yang periodik atas dasar perbedaan geografis dan perbedaan-perbedaan kecil pada cacing dewasanya. Periodisitas tidak berubah walaupun orang yang terkena infeksi berpindah ke daerah nonperiodik.
Di Indonesia filariasis tersebar luas di daerah endemi terdapat di banyak pulau di seluruh Nusantara, seperti di Sumatera dan sekitarnya, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, dan Irian Jaya. Untuk dapat memahami epidemiologi filariasis, kita perlu memperhatikan faktor-faktor seperti hospes, hospes reservoar, vektor, dan keadaan lingkungan.
PENYAKIT YANG DI SEBABKAN
- Demam berulang-ulang selama 3-5 hari, demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat
- Pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit
- Radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis)
- Filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah
- Pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema)
2. BRUGIA MALAYI DAN BRUGIA TIMORI
A. BRUGIA MALAYI
Brugia malayi dapat dibagi dalam dua varian yang hidup pada manusia dan yang hidup pada manusia dan hewan,misalnya kucing,kera,dan lain-lain.Brugia Timori hanya terdapat pada manusia.penyakit yang disebabkan oleh B.malayi disebut filariasis malayi dan yang disebabkan oleh B.timori disebut filariasis timori.kedua penyakit tersebut kadang-kadang disebut sebagai fliariasis brugia.
MORFOLOGI
- Cacing dewasa berbentuk silindrik seperti benang
- Warna putih kekuningan
- Cacing betina berekor lurus
- Cacing jantan berekor melingkar dengan 2 spikula di ujungnya
- Mirip Wuchereria bancrofti hanya lebih pendek
SIKLUS HIDUP
- Nokturna dan nonperiodik
- Yang hidup pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles barbirostris
- Yang hidup pada manusia dan mamalia ditularkan oleh nyamuk Mansonia Sp.
- Masa hidup larva dalam tubuh vektor 10 hari
- Menjadi dewasa dalam tubuh hospes utama dalam 3 bulan
Siklus hidup Brugia malayi |
PENYAKIT YANG DISEBABKAN
- Limfangitis retrograd
- Elefantiasis
- TIDAK PADA ALAT GENITAL
- Organ yang paling sering terkena : Kelenjar limfe tungkai, kelenjar limfe ketiak, dan kelenjar limfe lengan
Limfadenitis (elefantiasis) pada tungkai oleh Brugia malayi |
EPIDEMIOLOGI
Filaria ini tidak ditemukan di perkotaan, dan hanya terdapat di daeran pedesaan karena nyamuk vektornya hidup di rawa-rawa dan sawah di pedesaan.
Faktor yang berperan pada penyakit ini:
- Sanitasi
- Kebiasaan
- Sosial ekonomi
Brugia timori merupakan spesies baru yang ditemukan di Indonesia sejak 1965, yang ditularkan oleh vektor yaitu Anopheles barbirostris yang berkembang biak di daerah sawah, baik di dekat pantai maupun di daerah pedalaman. Brugia timori hanya terdapat di Indonesia Timur di Pulau Timor, Flores, Rote, Alor dan beberapa pulau kecil di Nusa Tenggara Timur.
MORFOLOGI
a. Hospes definitif : Manusia
b. Hospes perantara/vektor : Nyamuk(Anopheles barbirostris)
c. Habitat : - Cacing dewasa :Saluran, dan kelenjar limfe
- Mikrofilaria :Darah da limfed.
1.Cacing dewasa : bentuk seperti benang berwarna putih susu
Cacing jantan : (13 – 23) x 0,08 mm
ekor melengkung ke ventral, mempunyai 2 spikulum
Cacing betina : (21 – 39) x 0,1 mm
ekor lurus
SIKLUS HIDUP
Mikrofilaria dari timori Brugia lebih panjang dan morfologi yang berbeda dari orang-orang dari Brugia malayi dan Wuchereria bancrofti, dengan ruang cephalic panjang-lebar untuk rasio sekitar 3:1. Juga, selubung B. timori tidak noda pink dengan Giemsa stain seperti diamati dengan B. malayi dan W. bancrofti.
PENYAKIT
Demam berulang-ulang selama 3 - 5 hari, Demam dapat hilang bila istirahat dan muncul lagi setelah bekerja berat ; pembengkakan kelenjar getah bening (tanpa ada luka) didaerah lipatan paha, ketiak (lymphadenitis) yang tampak kemerahan, panas dan sakit ; radang saluran kelenjar getah bening yang terasa panas dan sakit yang menjalar dari pangkal kaki atau pangkal lengan kearah ujung (retrograde lymphangitis) ; filarial abses akibat seringnya menderita pembengkakan kelenjar getah bening, dapat pecah dan mengeluarkan nanah serta darah ; pembesaran tungkai, lengan, buah dada, buah zakar yang terlihat agak kemerahan dan terasa panas (early lymphodema). Gejal klinis yang kronis ; berupa pembesaran yang menetap (elephantiasis) pada tungkai, lengan, buah dada, buah zakar (elephantiasis skroti).
EPIDEMIOLOGI
Seperti infeksi filariasis manusia, Brugia timori filariasis menyebabkan demam akut dan lymphedema kronis. Siklus hidup Brugia timori sangat mirip dengan Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi, yang menyebabkan periodisitas nokturnal dari gejala penyakit.
Sejauh ini Brugia timori hanya ditemukan di Lesser Sunda Islands Indonesia. Hal ini secara lokal terbatas untuk daerah-daerah yang dihuni oleh vektor nyamuk, yang berkembang biak di sawah. Satu studi prevalensi infeksi di desa Mainang, Alor Island, ditemukan mikrofilaria dalam darah 157 dari 586 orang (27%), dengan 77 dari mereka (13%) menunjukkan lymphedema kaki
Sejauh ini Brugia timori hanya ditemukan di Lesser Sunda Islands Indonesia. Hal ini secara lokal terbatas untuk daerah-daerah yang dihuni oleh vektor nyamuk, yang berkembang biak di sawah. Satu studi prevalensi infeksi di desa Mainang, Alor Island, ditemukan mikrofilaria dalam darah 157 dari 586 orang (27%), dengan 77 dari mereka (13%) menunjukkan lymphedema kaki
3. MANZONELLA OZZARDI
Hospes utama : MANUSIA
Hospes perantara : Simulium Sp dan Culicoides Sp.
Filaria ini hanya ditemukan di daerah Hindia Barat, Amerika Tengah dan Amerika Selatan
Penyakit yang disebabkan nya tidak disertai gejala serius. Gejala yang muncul mulai dari nyeri ekstremitas, kemerahan, dan demam.
Epidemiologi
Pencegahan bergantung pada pemberantasan vektor
4. ONCHOCERCA VOLVULUS
Hospes utama : MANUSIA
Hospes perantara : Simulium Sp dan Culicoides Sp.
Filaria ini hanya ditemukan di daerah Hindia Barat, Amerika Tengah dan Amerika Selatan
Penyakit yang disebabkan nya tidak disertai gejala serius. Gejala yang muncul mulai dari nyeri ekstremitas, kemerahan, dan demam.
Epidemiologi
Pencegahan bergantung pada pemberantasan vektor
4. ONCHOCERCA VOLVULUS
Onchocerciasis (river blindness) adalah infeksi oleh cacing gelang Onchocerca volvulus. Hal ini menyebabkan rasa gatal, ruam, kadangkala disertai luka gores, sama seperti gejala-gejala mata yang membuat kebutaan.
Di seluruh dunia, sekitar 18 juta orang memiliki Onchocerciasis. Sekitar 270.000 nya menjadi buta, dan 500.000 mengalami gangguan penglihatan. Onchocerciasis adalah penyebab nomor dua pada kebutaan. Onchocerciasis paling umum di daerah tropis dan daerah selatan Afrika (sub-sahara). Kadangkala terjadi di Yaman, Meksiko Selatan, Guatemala, Ekuador, Kolombia, Venezuela, dan Brazil (sepanjang Amazon).
Tidak ditemukan di INDONESIA
Banyak di Afrika dan Amerika Tengah
Penyakit yang disebabkan disebut ONKOSERSOSIS, BLINDING FILARIASIS atau RIVER BLINDNESS
Vektor : Simulium Sp. (serangga)
MORFOLOGI DAN SIKLUS HIDUP
Di seluruh dunia, sekitar 18 juta orang memiliki Onchocerciasis. Sekitar 270.000 nya menjadi buta, dan 500.000 mengalami gangguan penglihatan. Onchocerciasis adalah penyebab nomor dua pada kebutaan. Onchocerciasis paling umum di daerah tropis dan daerah selatan Afrika (sub-sahara). Kadangkala terjadi di Yaman, Meksiko Selatan, Guatemala, Ekuador, Kolombia, Venezuela, dan Brazil (sepanjang Amazon).
Tidak ditemukan di INDONESIA
Banyak di Afrika dan Amerika Tengah
Penyakit yang disebabkan disebut ONKOSERSOSIS, BLINDING FILARIASIS atau RIVER BLINDNESS
Vektor : Simulium Sp. (serangga)
MORFOLOGI DAN SIKLUS HIDUP
Cacing betina lebih besar dari cacing jantan
Cacing betina menghasilkan 1.000 mikrofilaria/hari
Mikrofilaria sering ditemukan dalam kelenjar limfe, stratum germinativum kulit, dan konjungtiva korneal
ASPEK KLINIS
- Cacing dewasa tidak patogen
- Klinis oleh mikrofilaria => migrasi ke kelenjar limfe, organ-organ viseral, kulit dan mata
Siklus hidup Onchocerca volvulus |
Simulium Sp. |